28 Desember 2021

Just rambling

 Pernah gak sih kalian tu ngerasa bingung..

Mau ngapain ya?

Duh bosan.. 


Trus berakhir dengan scrolling ig gak jelas..


Itulah yang kulakukan selama ini. masih di sini juga. Dan kayaknya aku stress deh karena kurang sibuk, kurang kerjaan, kurang aktualisasi diri. Aku merasa gak guna.


Aku takut...

Setelah mengobrol dengan teh karin ttg perasaanku yg seakan capek dengan promilku, jawaban beliau tentunya adalah fokus mendekatkan diri kepada Allah. Tapi, ada perasaan di dalam diriku yang merasa kecewa dengan keputusan Allah ini. Ada pertanyaan yang tidak terjawab. 

"Kenapa aku belum dikasih ya Allah?"

Ada perasaan takut apabila semua usaha yang dilakukan ini pada akhirnya pun tidak membuahkan hasil. Bahwasanya hingga akhir hayar pun kami masih berdua. Aku sadar, bahwa ada ujian sabar yang diberikan kepada Allah untukku. Betapa selama ini hidupku lancar terus, itu nikmat yang sangat besar. Dan untuk menaikkan level hambaNya, kali ini aku diuji dengan hal yg paling sulit. Yaitu aku tidak mendapatkan apa yg kuinginkan. Kadang selalu diingatkan bahwa doa kepadaNya akan dikabulkan. Tapi setelah 3 tahun berdoa dan tidak datang juga, mulai ada rasa ragu, ada bisikan setan yang bilang bahwa percuma berdoa, percuma beribadah, akhirnya pun tidak ada.

Dan mulailah diri ini meninggalkan ibadah2 yang biasa dilakukan, saat mau kembali lagi. Masya Allah beraaaattt sekali untuk memulainya. Untuk istiqamah shalat dhuha misalnya. Atau untuk membuka lembaran Al Quran dan mulai membacanya. Ada rasa justify diri ini untuk malas melakukannya. Ya Allah, apakah ini ujian? Untuk mengecek kesabaranku? Untuk memastikan bahwa aku mendekatimu bukan karena dunia? Ah,, kuatkanlah imanku Ya Allah..

Berikanlah hambamu ini kesabaran, ketabahan, dan kemampuan menerima takdirmu tanpa mengurangi usahaku..

30 November 2021

December 2021

 Clock is ticking...


Gak terasa kita udah berada di penghujung tahun 2021. Time flies so fast. Look back, ada banyak hal yang saya sesali, tapi saya merasa sebaiknya saya fokus saja kepada waktu yang tersisa di bulan ini untuk berusaha achieve yang saya inginkan.

Saat ini kondisi saya bisa dibilang not good. I am mentally exhausted. Ada satu keinginan yang ingin dicapai di tahun ini tapi Qadarullah masih belum bisa. Dan dikarenakan saya fokus sekali kepada keinginan yang satu ini, I don't do much in other aspect. Saya gak ngapa2in. Saya jalan di tempat. And I hate myself for doing that. Sepertinya fokus yang berubah menjadi obsesi itu membuat seakan semua kehidupan saya berputar disekitarnya. Maka ketika belum berhasil, saya bisa drop jatuh, tidak bersemangat selama berbulan-bulan.


Kondisi apa sih yang membuat saya begitu stressnya?

Program Hamil...



So, set aside yang di atas, saya merasa di bulan ini saya harus mengalihkan fokus saya kepada yang lain. Daripada saya down terus karena hal yang di luar kuasa saya, maka saya berencana memfokuskan diri di bidang yang lain. So here is my December Goals...


1.  Fokus posting konten sehari dua kali, igs minimal 10

2. Perbanyak makan sayur dan buah, no dinner

3. Achieve Sales Target

4. Konsisten ibadah rutin (zikir pagi sore, dhuha, baca Quran)

5. Menyelesaikan kelas PPOM dengan nilai baik


I don't wanna set the bar higher because I want to achieve something this month in order for me to have more confidence, to feel good about myself. Accepting is never easy..

10 September 2021

The journey

 11 sep 2021


Hari ini aku dan nadhil menjalani tes pengambilan darah dan juga sperma. Siang ini pun akan HSG. Meskipun sudah pernah melakukannya tahun lalu, tapi perjalanan kali ini seakan menjadi awal yang baru bagi kami. Yup, perjuangan mendapatkan anak sudah berjalan sejak tahun lalu. Tapi aku baru memiliki keberanian untuk menulis di sini. Karena sejujurnya perjuangan ini bukanlah hal yang mudah, dan ada sebagian dari hati ini yang merasa butuh tempat untuk mencurahkan isi hati, untuk mengeluh, untuk menumpahkan semua pikiran jelek agar bisa move on lagi.


Setelah insem yang gagal kedua kalinya, kami sebenernya sudah berfikir untuk stop dulu, karena stress yang tinggi di kami berdua membuat proses tidak menyenangkan lagi. Tapi rasa santai itu tentu tidaklah sepenuhnya santai. Ada rasa sedih yang mendalam tiap kali saya ditanya oleh ibu mertua atau bahkan hanya sekedar didoakan. Rasanya ingin menghilang saja. Jujur saya bahkan berusaha untuk tidak ikut dalam video call karena takut ditanyai. 


Belum lagi di social media, setiap kali saya melihat teman yang update tentang anaknya, atau bahkan ada kabar kehamilan atau kelahiran, maka hati saya menjadi sakit. Tak dipungkiri rasa iri itu hadir, bahkan saya tidak bisa bahagia melihat kebahagiaan mereka. Saya tau bahwa diri ini tidaklah boleh memiliki rasa itu, bahwa itu adalah godaan syaitan. Tapi,, sebagai orang yang terbiasa untuk achieve sesuatu, maka ketika semua ini tidaklah sesuai rencana, maka rasa stress sangatlah tinggi.


Dari dalam hati juga pikiran, sudah ada bermacam2 nasihat, bahwa seharusnya begini, harusnya begitu, harus terus mendekat kepada Allah dll. Tapi hati ini masih sangat lemah, setiap kabar itu datang, maka daya jadi malaaass sekali beribadah. Haid memutuskan semua. Ada rasa kecewa karena belum juga hamil, ada rasa marah mempertanyakan keputusanNya, dan sayangnya pelariannya pun masih hal yg tidak baik. Saya tau bahwa saya masih punya banyak kekurangan. Tapi saya berharap dengan sedikit menuliskan keresahan ini membuat saya bisa berkata kepada diri sendiri. “Its okay not to be okay”

08 Desember 2019

BD Adab Menuntut Ilmu

Jujur saja belajar adalah hal yang tidak terlalu saya sukai sejak kecil. Kata belajar identik dengan sekolah, mendengarkan guru, dan menurut saya banyak hal yang dulu saya pelajari di sekolah tidaklah relevan dengan hidup saya saat ini. Apa manfaat saya menghafal rumus-rumus fisika dan kimia dalam kehidupan saya? Jangankan kehidupan saya, bahkan pekerjaan saya dahulu sebagai anak sales lebih banyak saya pelajari secara otodidak, tidak ada sekolah formal yang mengajarkannya. Oleh karena itu, sekolah dan belajar berusaha saya hindari sampai saat ini.

Namun, ternyata selama ini saya melupakan ilmu yang paling penting. Yakni Ilmu Agama. Well, dulu waktu SD saya mendapatkan banyak mata pelajaran agama sih. Mulai dari Aqidah, Akhlak, Bahasa Arab, Fiqih, Sejarah Islam, tapi jujur saja saya hanya belajar untuk ujian, tapi tidak terlalu paham. Saat ini ketika sudah dewasa, seringkali kita mulai merasa jenuh, mempertanyakan tujuan hidup, dan mempertanyakan tentang Tuhan. Maka mulailah saya mencari tahu lebih dalam lagi mengenai agama saya dan berusaha memahaminya ulang. Alhamdulillah dalam kuliah online Bengkel Diri Level 1 ini, Adab Menuntut Ilmu adalah materi pertama yang diajarkan.

Sebuah pernyataan yang memulai, yakni untuk apa hidup ini? 

dijawab dalam Quran Adz Dzariyat : 56 yang berbunyi, 
" Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu"

Mengapa harus mencari jawaban dalam Al Quran? Karena Al Quran adalah manual book bagi manusia. Jika membeli handphone saja kita mendapatkan manual book, apakah mungkin Tuhan yang menciptakan kita tidak membuat manual book untuk kita?

Karena sejatinya kita memiliki potensi yang berbeda dengan makhluk lainnya. Kita diberikan akal, kekuatan jasmani dan naluri untuk memaksimalkan potensi diri. Dan semua itu butuh ilmu.

Ibadah yang dimaksudkan dalam sura Adz Dzariyat tersebut bukanlah ibadah dalam bentuk shalat dan puasa saja, namun ibadah dalam pengertian yang luas, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Maka kita sebagai hamba Allah butuh belajar, apa saja perintah Allah, apa saja larangan Allah, agar kita bisa beribadah dengan benar.

Setelah mendengar beberapa kajian, saya menyadari bahwa ada beberapa hal yang selama ini saya lakukan dan itu adalah hal yang kurang tepat. Terkadang sebagai manusia yang beragama Islam sejak lahir, kita hanya melakukan sesuai ajaran orang tua atau sekolah kita saja. Tanpa mengetahui apakah itu benar? apakah haditsnya Shohih? apakah itu bukan Bid'ah? dibandingkan dengan teman-teman yang Mualaf karena mereka mempelajari Islam secara khusus, kadang ilmu kitapun kalah oleh mereka. Malu sekali rasanya.

Selama ini kita selalu didorong untuk belajar ilmu-ilmu dunia, yang mengejar kesuksesan dunia. Namun, tidak didasari dengan ilmu agama yang kuat. Sehingga hati terasa hampa. Padahal ilmu agam adalah ilmu yang paling penting. Jika kita belajar Al Quran, pasti kita menjadi semangat untuk mencari ilmu, karena Allah pun menyuruh kita mempelajari semua ciptaannya. Dan jika kita belajar ilmu dunia didasari ilmu agama secara syari, maka ilmu ekonomi, ilmu psikologi yang kita pelajaripun akan lebih sesuai dengan fitrah kita.

Orang yang berilmu dalam Islam itu banyak keutamaannya:
1. Diangkat derajatnya oleh Allah
2. menjadi takut dan taat kepada Allah. Jika semakin banyak yang kita pahami, maka kita menjadi sadar akan kekuasaan Allah Tuhan Pemilik Alam Semesta. Tak ada lagi rasa sombong dari diri kita.
3. Mendapat kebaikan dari Allah

Betapa banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari orang yang mencari ilmu, maka marilah kita berlomba-lomba untuk memperbanyak belajar ilmu agama. Karena sejatinya kita harus terus belajar hingga maut menjelang. Jujur saya saat ini sangat bersemangat untuk kembali mempelajari ilmu-ilmu agama dari kelas BD, dari kajian ustadz di Youtube dan juga buku-buku bacaan. Semoga Allah memudahkan usaha kita, dan menjadikan ilmu kita bermanfaat dan menjadi amal jariah untuk kita di akhirat. Amin

11 September 2019

Bengkel Diri

Nah, kali ini saya mau posting tentang sesuatu yang menurut saya berguna banget. Dan hal ini membuat saya termotivasi untuk eksplor diri lebih dalam lagi

Berawal dari post Dita dan Tyas di ig, saya menjadi tahu tentang adanya Bengkel Diri Intinya ini adalah kuliah online dengan materi beragam yang berguna bagi wanita. Tanpa pikir panjang, saya mendaftar untuk ikut BD angkatan 8. Saat ini perkuliahan sudah berjalan 2 minggu, dan saya merasa hal ini sangat bermanfaat.

Adapun kuliah yang sudah saya jalani :
- Adab menuntut ilmu
- Life mapping
- Aqidah
- Manajemen waktu
-Qada dan Qadar
- Menjadi Jodoh Impian

Sebenernya materinya mungkin hal2 dasar yang sudah kita ketahui, tapi cara menyampaikannya beda, lebih ngena. Mungkin karena sekarang kita udah bisa berfikir ya. Sering kan kita mulai mempertanyakan hal2 tentang agama kita. Ada beberapa pertanyaan yang terjawab di sini. Dan kita menjadi lebih yakin.

Selain itu ada juga laporan amal harian. Intinya kita disuruh untuk beribadah, karena dilaporkan. Hal ini sesuai dengan ceramah ust Khalid Basalamah yang mengatakan bahwa beribadah itu harus dipaksa. Karena setan itu tipu dayanya sangat kencang. Kalo gak dipaksa, gak akan pernah Al Quran dibaca.

Hal yang saat ini sangat bermanfaat untuk saya adalah manajemen waktu. Jujur karena di sini saya tidak ada banyak kegiatan, maka waktu banyak saya habiskan untuk melakukan hal yang bersifat entertainment, tidak bermanfaat. Di BD, saya diajari membuat life mapping, tujuan jangka pendek hingga panjang yang seimbang dunia akhirat. Juga dipaksa membuat prioritas dan target pekerjaan harian dari berbagai aspek. Alhasil, waktu yang dulu saya buang-buang karena bingung mau diisi kegiatan apa, sekarang menjadi lebih efektif. Ini terasa sekali, dan ada kepuasan ketika kita bisa menyelesaikan target kerjaa di hari itu.

Ke depannya saya akan coba untuk posting hal-hal yang saya rasa bermanfaat dari BD ini. Semoga hal ini bisa menjadi reminder bagi diri saya sendiri, juga menjadi milestone untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Amin

27 Agustus 2019

Minimalism Life in US - atau miskin? :p

Shock pas liat post terakhir tentang minimalism ada di tahun 2016. Haha..

Itu berarti terakhir rajin nulis blog pas kerja di Bandung. Di mana waktu itu lifestyle ku sehat banget. Tiap pagi olahraga, makannya sehat, kerjaannya gak banyak, jadi happy banget waktu itu. Tapi pas balik kerja di Jakarta kayaknya fokusnya pecah lagi deh, jadi lifestyle nya berantakan lagi. Hehe.. Ya namanya manusia, kadang silap.

Nah, ketika memutuskan untuk ikut suami ke US, saya merasa itu adalah saat di mana saya reset hidup saya lagi. Saya hanya membawa yang diperlukan saja, separuh isi koper adalah bumbu dapur, bukan baju. Di sini pun kami memulai dari 0. Apartemen yang kosong, dan diisi dengan barang-barang seperlunya saja. Sungguh ini adalah saat di mana saya merasa bahwa saya membentuk lifestyle yang baru, dan menyusun rumah baru agar tidak banyak clutter.

Di sini saya menyadari, bahwa memang tidak banyak yang kita butuhkan untuk "hidup". Cukup ada tempat tinggal, pakaian, dan makanan. Sudah cukup. Pengeluaran terbesar selama 4 bulan ini adalah laptop, yang dibutuhkan Nadhil untuk kuliah. Sisanya kami minta dari orang Indonesia yang sudah tinggal di sini, memungut dari dumpster, beli second di facebook marketplace, atau kalo memang butuh urgent beli baru di wallmart. Yang saya suka dari sini, adalah kemudahan untuk membeli barang secondhand. Harganya jauh lebih murah dibandingkan beli baru, sehingga sangat pas bagi para pemegang beasiswa seperti kami ini. Student di US itu, jika mendapat beasiswa biasanya dikategorikan sebagai orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Tapi sebenernya jika dikurskan ke Indonesia, jadi super mahal. Saat seperti ini bersyukur tinggal di Indonesia karena lebih murah.

Wah, kayaknya harus baca2 buku lagi, ngingetin diri lagi untuk mulai belajar beli barang sesuai kebutuhan bukan keinginan. Apalagi di sini budget terbatas, gak bisa lagi belanja seenaknya. Uang juga cuma satu buat berdua. Dulu di Indonesia pengeluaran terbesar adalah makan di luar, di sini gak bisa seenaknya gitu karena sekali makan jatuhnya mahal. Jadi harus hidup seminimal mungkin untuk survive di sini. Karena kalo bisa, uangnya ditabung buat jalan-jalan. Hehe..

Prioritas orang beda2 kan ya.. :p

05 Januari 2019

2018 in a glance


Alhamdullilah, alhamdulillah, alhamdulillah. Hanya rasa syukur yang bisa saya panjatkan atas segala nikmat dan berkah yang diberikan Allah pada tahun 2018. Saya tahu sih bahwa sebaiknya evaluasi itu dilakukan tiap hari, namun apa daya saya hanyalah manusia biasa yang suka lupa untuk melakukannya tiap hari. Jadi, mari kita gunakan milestone pergantian tahun ini untuk berefleksi atas tahun 2018.

Tahun 2018 dapat dikatakan sebagai highlight atas kelanjutan tahun 2017. Sejujurnya saya merasa waktu di tahun 2018 berjalan dengan sangat cepat. Saya masih ingat bahwa di awal tahun 2017 adalah saat saya diperkenalkan dengan Nadhil. Siapa sangka bahwa cerita kami, berjalan dengan lancar. Mulai dari proses chatting, beberapa kali bertemu, hingga di akhir tahun 2017, kami memutuskan untuk serius. Kisah asmara merupakan highlight saya di dua tahun belakangan ini, karena di tahun 2018 awal kami mempertemukan keluarga kami, lamaran hingga persiapan pernikahan. Dan di semester kedua, adalah awal hidup baru bersama di Amerika.




Menikah, merupakan ibadah yang sangat lama dan berat. Menikah dikatakan sebagai setengah agama, dan diperlukan keinginan untuk terus belajar karena tidak ada sekolahnya. Dan tiap masalah ataupun solusi di tiap rumah tangga itu berbeda-beda. Sejujurnya saya merasa bersyukur menikah di umur yang sekarang, karena saya merasa bahwa saya sudah siap. Saya tidak pernah menyangka akan menurunkan ego sebesar ini, berusaha mengalah, mengatur emosi, juga belajar melayani suami. Saya masih ingat, dulu saya sering berbincang dengan teman, bahwa “ I can see myself in the future with my kids, but not with my husband “. Mengapa? Karena saya tidak dapat berfikir bagaimana caranya hidup berdua dengan seseorang yang sama sekali asing. Jujur saja, di rumah, saya masih sering berantem dengan kedua adik saya, masih suka ngambek dan marah pada orang tua saya, padahal mereka sudah mengenal saya seumur hidup. Bagaimana dengan orang asing ini? Bisa bayangkan adaptasi yang harus kita lakukan. Tapi memang, pertama kita harus meniatkan menikah itu karena Allah, karena setelah ijab kabul, semua berjalan dengan sangat mudahnya. Seakan-akan dia memang sepantasnya hidup bersamamu.


Another highlight di tahun 2018 ini adalah saya keluar dari pekerjaan saya. Setelah 4 tahun bekerja, akhirnya saya memutuskan untuk resign karena harus ikut suami sekolah S2 di US. Alhamdullilah ini bukanlah hal yang sulit, karena bagi saya jika menikah maka sudah menjadi kewajiban bagi istri untuk ikut suami ke manapun dia pergi. Meskipun, tetap saja ada kesedihan, kegalauan dan juga stres karena tidak lagi bekerja, tapi saat ini saya sudah menikmati menjadi istri rumah tangga. Kalo mengutip penjelasan dari kajian ustad khalid, niatkan tiap pekerjaan rumah sebagai ibadah dan ambillah sebanyak-banyaknya pahala dari rumah.

Dan Maha Besar Allah, karena di tahun 2018 ini saya juga merasakan bahwa saya itu “liburan” terus. Dimulai dari Februari saya pergi ke Korea berdua dengan adik perempuan saya, menemani peserta kantor ke Legoland Malaysia, lalu Japan trip dengan teman-teman kantor. Setelah itu selama di Amerika alhamdulillah kami diberi kesempatan mengunjungi beberapa kota; Orlando, Chicago, Miami, Atlanta dan New Orleans. Masih banyak daerah yang kami ingin kunjungi di tahun 2019. Semoga Allah memberikan kesehatan dan rezeki untuk terus melihat ciptaannya.



Namun, selain banyaknya kebahagiaan tersebut saya juga merasa bahwa saya tidak punya banyak ambisi dan goal yang saya ingin capai. Setahun ini terasa mengalir, dan dengan banyaknya waktu yang saat ini saya punya, saya merasa bahwa saya bisa berkontribusi lebih dari yang selama ini saya lakukan. Terutama setelah saya membaca buku "BIG MAGIC" dari Elizabeth Gilbert mengenai hidup kreatif. Saya akan membuat review dari buku itu di post selanjutnya, mohon ditunggu ya. Jadi mungkin setelah ini, saya harus mulai membuat tujuan yang akan saya capai di tahun 2019. Dan seperti biasa akan coba saya tulis dan update di blog untuk mengecek perkembangannya.

12 Desember 2018

Cerita Kami

It's been 4 months since we get married.



Masih inget Desember tahun lalu, saya memperkenalkan Nadhil kepada keluarga saya di sebuah restoran di Jakarta. Siapa yang nyangka bahwa dalam satu tahun ini status saya sudah berubah dari single jadi married. Dulu tiap kali ditanya kapan nikah, kayaknya sebel banget. Jadi super sensitif gitu. Bahkan pernah saya berfikir tidak mau pulang saat lebaran karena malas ditanyain kapan nikah. Muka saya bisa berubah 180 derajat jadi super sinis dan jutek kalo ada yang mulai membahas masalah jodoh. Sebel banget pokoknya. Bahkan dulu, saking pengennya dapat jodoh, saya beberapa kali melakukan kesalahan hanya untuk "feeling secured".

Memang kayaknya yang namanya asmara, merupakan bagian yang paling suram dalam hidup saya. Kayaknya gak jodoh aja gitu. Tiap kali suka sama orang, orangnya gak suka sama saya. Atau kebalikan, tiap ada yang suka saya, saya gak suka sama orangnya. Gitu aja terus gantian. Makanya dulu saya sampe muak dan gak mau fokus ke situ lagi biar gak kepikiran. 

Dulu awalnya deket sama Nadhil pun juga nothing to loose. Waktu itu dikenalin sama Odi, temen SMA yang juga teman kuliahnya Nadhil. Kalo gak salah itu di awal tahun 2017. Karena dia kerja di Papua, jadi gak intens komunikasinya. Untungnya kami berdua tipe yang santai aja gitu, jadi kalo lagi gak sibuk baru balas line, begitupun sebaliknya. Tipe yang di weekend malah ngilang, karena kami sama2 lagi me time, gak mau diganggu. Trus ajaibnya waktu itu roommate Nadhil, Enggar adalah teman SMA juga yang lagi deket sama Afin, salah satu temen dekatku. Jadi memang aneh aja bisa deket. 

Trus di bulan Juli, dia pengen jadi lebih serius. Tapi waktu itu saya mempertanyakan lagi kesiapannya. Karena menurut saya, hubungan itu tidak lagi hanya untuk sekedar dekat, tapi punya tujuan untuk menikah pada akhirnya. Di saat yang saya, saya memiliki kesempatan untuk pergi ke tanah suci. Di sana saya berdoa pada Allah. Jika memang dia jodoh yang terbaik bagi saya, maka mudahkanlah. Ternyata Oktober 2017, dia dipindah ke Jakarta. Pembicaraan terakhir pun menyatakan bahwa dia memang mau serius. Akhirnya, barulah saya mulai memperkenalkan dia dengan keluarga saya. Hal itu merupakan langkah besar bagi saya, karena jujur saya gak pernah bawa "cowok" untuk dikenalkan, jadi super nervous banget waktu itu.

Long story short, Allah benar-benar mempermudah niat kami. Awal tahun 2018, keluarganya datang ke rumah. Itu adalah pertama kalinya saya bertemu dengan keluarganya. Takut banget kalo misalnya keluarganya gak suka atau ada keberatan dengan hubungan kami. Alhamdulillah lancar, sehingga Maret pun langsung lamaran. Waktu itu lumayan panik, karena Nadhil mau berangkat S2 di Agustus akhir, jadi nikahnya harus di bulan Juli atau awal Agustus. Padahal kan kalo di Yogya cari gedung itu susah ya. Masih inget beberapa teman book gedung setahun sebelum. Tapi juga inget cerita Mei, teman SMA yang cari gedung H-2 bulan dan dapat. Mungkin itu namanya dimudahkan sama Allah ya, jadi akhirnya nemu gedung UMY yang kosong di tanggal 11 Agustus. Udah, cuma itu aja yang kosong, lainnya gak.

And here we are, 11 Agustus 2018 kami resmi menjadi suami istri. Bener-bener gak tau bahwa dalam waktu satu tahun ini, banyak kejadian yang saya alami. Bersyukur banget semua dimudahkan. Memang kita harus selalu berusaha dan berdoa. Karena rencana Allah selalu baik,


Cheers,
ZN


06 Desember 2018

The Power of Why - C. Richard Weylman

Reading this book, makes me reevaluate the way our marketing works. Is it already right??



Hello again, after few weeks off from blog, I thing it's the time to put another post about the book that I borrow from AADL library, "The Power of Why".

This book is a guidance of selling product based on Unique Value Promise rather than Unique Selling Proposition. In short, we should not advertise our product superiority, but touch the need of consumer and how our product will help the to solve it. I will start with the way I used to be selling the product. I think I always tell the consumer about the superiority of the product. How many DHA compare to other milk formula. What is our FOS GOS, and the fact that this is the only formula proven to help improve the immune, etc. So we focus on selling what is the product and force the consumer to think that they need it. While this book trying to find different approach to sell. 

In this book you need to focus on the customer wants, what they are doing, and what they want to accomplish. That will be our UVP, it is give by our customer. Why we need to do that? Because competition in the market is really though. If we do not distinct our company, what is the reason they choose you? Everyday there will be new company, new product, cheaper one, better one. And it makes the customer move to other brand easily. Loyalty to one brand is rare, so we need to be excellent to be the consumer choice.

According to that, the book suggest us to interview our customer and ask, "why they choose our company?" and dig deeper, because the obvious answer is not the answer. It is not about what the company do or best at, but why consumer need to choose our company. It need to be done in a private and one on one session. Not by email, or phone.

The book explain the detail and step by step of doing it. From prepare for the interview, crafting the UVP, get the UVP is spread through the organisation, marketing it, and how to exceed expectation in customer service. I think it is really thorough because the writer is a consulting. He is already help several company to run their business with UVP in mind.

Something that stroke into my mind is, having the concept of UVP is not easy. It need trial and error to understand the consumer. You cannot measure the satisfaction of your consumer just by reading the review in the site. Because usually it just said "Great" "Good" like a lip service you give to your boss when he asked about your life. Finding the route cost of why people buy our product and service and recreate it to get into the emotional state of consumer is the key for loyal consumer.

Another thing that I found is important is the way UVP is give to the all player in organisation. Although maybe UVP is created by sales and marketing department, the understanding and implementation cannot restricted into director only, but it need to be understand by all player in the organisation. Especially the first layer that contact with the consumer, for example is the waiter, cashier, or bellboy in the hotel. They need to deliver the UVP because it is what the company promise to give to consumer. No matter how good your UVP is, it will be worthless if you cannot execute it well. It can be a backfire if you fail to deliver it. You consumer can leave you.

Overall, I found this book is interesting to read. Give you a thought to think whether your way of marketing product is what consumer wants or not. And how can you improve it. Because if you doing it right, sales and profit will follow.


15 November 2018

Book Review- LEAN IN



I used to read a lot of book about self development in the past. But after I start working, I realised that I no longer read books because I just too busy to spare my time for reading. An excuse, I know. But since in here, I don't have a lot of things to do, I try to start reading again, and write in the blog to motivate me.

So, the first book that I read is Lean In by Sheryl Sandberg. I think this book speak about leadership for woman in organisation without censor. There are a lot of moment that she said and I experienced it before. It shows woman how to behave in work environment and how to step up your career. I regret that I know this book so late. I wish I know it before, when I still work in Danone. So, I would like to write down what I learn from this book and share. I suggest you to read this book. This is so good for career woman!

23 September 2018

After Life - Post Power Syndrome

Siapa yang pernah mendengar tentang post power syndrome? Awalnya saya selalu menggunakan kata ini untuk menyindir Bapak saya yang pensiun di awal tahun 2018 dari perusahaan. Setiap kali beliau mulai bossy, atau bingung gak ada kerjaan, saya selalu mengeluarkan kata tersebut dengan nada mengejek. Siapa sangka saat ini, 7 bulan selanjutnya, sayapun merasakan hal yang sama dengan beliau?

Hal ini dimulai setelah 2 minggu masa liburan dan beres2 di Ann Arbor berakhir. Dengan mulai masuknya suami kuliah, maka saya mulailah bingung apa yang harus saya lakukan untuk mengisi waktu luang. Mulai dari nyuci baju, nyetrika, nyapu, ngepel, siap2 masak sudah saya lakukan dan ternyata saya masih mempunyai banyak waktu yang bisa saya gunakan. Dengan adanya unlimited internet, mulailah saya menonton drama korea, drama jepang, reality show, youtube, namun lama-lama saya mulai bosan juga dengan hal itu. Saya merasa TIDAK PRODUKTIF! Ditambah lagi dengan terus berjalannya insta story teman-teman kantor, teman kuliah dan sekolah yang memperlihatkan aktifitas kerjanya, membuat saya menjadi INSECURE.

The worst case? Saya uring-uringan, marah-marah gak jelas sama suami, gampang mengeluh, bahkan juga menangis tiba-tiba. Jujur suami saya heran dan merasa serba salah. Saat dia berusaha memberi solusi atau berpendapat, saya menganggap kata-katanya jahat dan tidak berperasaan. Mulailah drama ngambek dan muka cemberut. Sampai akhirnya saya sadar bahwa, siapapun tidak bisa merubah perasaan yang saya rasakan ini. Saya harus memperbaikinya sendiri. Mulai berfikir, dan yak, mari menulis di blog.

Just rambling

 Pernah gak sih kalian tu ngerasa bingung.. Mau ngapain ya? Duh bosan..  Trus berakhir dengan scrolling ig gak jelas.. Itulah yang kulakukan...