28 Januari 2018

Saving for Travel : Milenials Way

Sebagai orang sales, saat ini saya merasa jualan lagi susah banget. Even setelah event puasa dan lebaran, yang biasanya adalah saat belanja orang Indonesia, jualan gak terlalu bagus seperti yang diharapkan. Dan itu gak cuma kejadian buat produk susu aja, tapi hampir semua kebutuhan sehari-hari seperti sabun, shampoo, dll. Sebagai salah satu konsumen, bisa dibilang saya sendiri memang cenderung mengurangi pengeluaran yang tidak penting.

Terlebih lagi jika melihat fenomena anak muda saat ini, kayaknya bagi milenial itu gaya konsumsi kita sudah berubah, tidak lagi bisa disamakan dengan yang dulu dulu. Anak-anak milenial itu savy banget sama teknologi dan social media. Apalagi sekarang identitas diri.juga bisa dilihat dari isi social medianya. Misalnya Instagram, path, yang pada akhirnya required people to "eksis" supaya gak dibilang ketinggalan jaman. Fitur location dan juga hastag foto orang pamer saat liburan itu akhirnya pun jadi konten wajib jika ingin dianggap keren bagi milenial, akhirnya berbagai cara pun dilakukan supaya tetap eksis jalan-jalan nambah konten instagram.

Bagi sayapun, hal itu menjadi sebuah kebutuhan. Oleh karena itu saya mulai mengurangi pengeluaran-pengeluaran tidak penting dan menjadi semakin selektif dalam membeli barang. Dengan mengurangi pembelian, maka jumlah uang yang dapat ditabung akan menjadi lebih banyak. Artinya saya bisa jalan-jalan lebih sering juga.

Di tahun 2017 ini, saya berkesempatan untuk menjelajahi beberapa tempat yang belum pernah saya datangi :

1. Bira Beach, Bulukumba, Sulawesi Selatan

2. Danau Kelimutu, Ende, NTT
3. Labuan Bajo, Flores, NTT

Saya rasa, bahwa jalan-jalan bukan lagi dilihat sebagai kebutuhan tresier, namun saat ini menjadi kebutuhan sekunder. Dimana tiap bulan atau tiap tahun, kita menyimpan uang untuk jalan-jalan melihat ciptaan Allah yang Maha besar.

Yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa kebutuhan akan jalan-jalan ini harus diakomodir dengan jalan yang benar juga. Jangan sampai demi bisa eksis, maka dipaksakan jalan-jalan sampai harus ngutang. Sebaiknya uang jalan-jalan itu digunakan dari tabungan. Buatlah satu account tabungan yang khusus untuk jalan-jalan, dengan begitu, setiap bulan kita akan semakin semangat untuk menyisihkan sebagian dari uang kita untuk mewujudkan keinginan itu.

Trend di luar negeri sana, orang living on a backpack mode, atau nomaden, berpindah ke area yang lebih kecil, hidup sederhana untuk jalan-jalan. Backpack around the world. Menurut saya itu adalah sebuah keputusan yang berani. Atau, biasanya anak-anak SMA di Eropa, setelah lulus akan backpacking ke asia selama beberapa minggu atau bulan sebelum mereka memutuskan memasuki dunia kerja. Saya rasa, itu adalah hal yang baik, karena itu membuat kita semangat dalam bekerja.

Jujur, saya pun bekerja untuk bisa jalan-jalan. Karena hal itu adalah sebuah refreshment ketika kita melihat dunia yang berbeda dari keseharian, mencoba makanan dan minuman baru, belajar kebudayaan baru. Pada saat itulah, biasanya kita akan mensyukuri akan nikmat yang selama ini biasa kita dapatkan, ataupun merasa kecil karena di luar sana kita bisa melihat kebesaran Allah dan ciptaannya.

Jadi, kemana kita pergi di tahun 2018?

Just rambling

 Pernah gak sih kalian tu ngerasa bingung.. Mau ngapain ya? Duh bosan..  Trus berakhir dengan scrolling ig gak jelas.. Itulah yang kulakukan...